Tulisan ini akan membahas tentang salah satu teori kebenaran, yakni teori korespondensi. Dalam dunia ilmiah, tori ini salah satu teori pendukung utama dari apa yang disebut dengan “kebenaran ilmiah “. Setelah di analisa dengan cermat dapat diketahui, dimana teori ini tidak tidak cocok dengan konsep kebenaran yang diungkapkan di dalam Al Quran. Semoga pembaca mendapatkan sebuah perbandingan yang dapat digunakan dalam proses berfikir atau penalaran.
Terlebih dahulu kita ajukan pertanyaan pokoknya yang sering mereka banggakan, “Apakah kebenaran itu” ? Kebenaran diduga. Mengapa dan apa alasan yang valid untuk mempertahankanya? Ini juga adalah tujuan dari penelitian ilmiah, seperti penelitian sejarah, sosiologis dan atau audit bisnis. Penulis banyak memahami dari kalimat yang diungkapkan, yang berarti dengan memahami kondisi dan di mana serta apa itu yang diungkapkan sebagai benar. Namun sifat ketepatan (validitas) dari kebenaran itu sendiri tidak sepenuhnya diungkapkan oleh kata-kata ini.
Secara historis, teori ini yang paling populer dikalang filsuf yaitu Teori kebenaran korespondensi. Pertama diusulkan dalam bentuk yang samar oleh Plato dan Aristoteles dalam bukunya metafisika, realistis teori ini mengatakan kebenaran adalah apa yang dimiliki oleh proposisi yang berhubungan dengan cara (realitas) dunia ini. Tegasnya teori ini mengatakan bahwa proposisi adalah benar asalkan ada fakta yang sesuai untuk itu.
Dengan kata lain, untuk setiap P proposisi, P benar jika dan hanya jika P sesuai dengan fakta. Jawaban Teori untuk pertanyaan, “Apakah kebenaran” itu? Adalah hubungan-hubungan tertentu yang memiliki antara proposisi dan fakta terkait. Mungkin analisis hubungan akan mengungkapkan apa semua kebenaran memiliki kesamaan.
Pertimbangkan apa yang diungkapkan proposisi bahwa salju berwarna putih. Ada orang berkomentar bahwa kebenaran proposisi adalah yang sesuai dengan fakta bahwa salju putih. Sesungguhnya korespondensi tersebut bukan kata demi kata yang menghubungkan kalimat untuk referensi nya. Ini adalah semacam hubungan eksotis antara, misalnya, seluruh proposisi dan fakta. Dalam menyajikan teorinya tentang atomisme logis di awal abad kedua puluh, Russell mencoba untuk menunjukkan bagaimana proposisi benar dan berbagi fakta yang sesuai juga struktur yang sama. Terinspirasi oleh pemikiran bahwa hieroglif Mesir yang bergaya gambar, siswa-nya Wittgenstein mengatakan hubunganya adalah ”membayangkan” fakta oleh proposisi, namun perkembangannya komentar ini tidak memuaskan banyak filsuf lainnya, atau setelah beberapa saat, bahkan Wittgenstein sendiri.
Dan apa yang di maksud dengan fakta? Gagasan fakta sebagai semacam entitas ontologis pertama kali dinyatakan secara eksplisit pada paruh kedua abad kesembilan belas. Teori Correspondence tidak mengizinkan fakta yang harus entitas pikiran-dependen. . Teori Correspondence Russell, Wittgenstein dan Austin semua mempertimbangkan fakta yang diingat harus independen. Tetapi terlepas dari ketergantungan pikiran mereka atau pikiran yang merdeka, teori harus memberikan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan dari jenis berikut. ”Kanada terletak di utara Amerika Serikat” tidak dapat dikatakan fakta. Sebuah proposisi yang sejati tidak dapat menjadi fakta jika ia juga menyatakan fakta.
Jadi apakah ontologis suatu fakta? Apakah fakta yang sesuai dengan “Brutus menikam Caesar”, fakta yang sama yang sesuai dengan “Caesar ditikam oleh Brutus”, atau itu fakta yang berbeda? Bisa dikatakan bahwa mereka harus fakta yang berbeda karena salah satu mengungkapkan hubungan menikam tapi yang lain mengungkapkan hubungan ditikam, yang berbeda. Selain fakta umum ada yang spesifik seperti bola 1 adalah di meja biliar dan fakta yang spesifik bahwa bola 2 adalah di meja biliar, dan sebagainya. Apakah adanya fakta umum membutuhkan ada menjadi Bentuk Plato atau Aristoteles? Bagaimana proposisi negatif yang tidak ada gajah pink di atas meja? Apakah itu sesuai dengan situasi yang sama di dunia ini yang membuat ada gajah hijau di atas meja biliar. Pertanyaan-pertanyaan itu mengilustrasikan kesulitan dalam menghitung fakta-fakta dan membedakannya. Kesulitan ini juga diakui oleh para pendukung Teori Correspondence.
Pembela Teori Correspondence telah merespon kritik-kritik dalam berbagai cara. Science dapat dibuat dari istilah korespondensi, ada yang mengatakan, karena berbicara tentang proposisi sesuai dengan fakta adalah hanya membuat pernyataan umum yang merangkum pernyataan bahwa (I) Kalimat itu, “adalah Salju putih”, berarti bahwa salju adalah putih, dan (II) Sungguh salju putih,
dan seterusnya untuk semua proposisi lainnya. Oleh karena itu, teori korespondensi harus berisi teori “berarti bahwa” namun dinyatakan tidak yang salah. Lain pembela identifikasi Teori Correspondence serangan Davidson fakta dengan proposisi benar. Salju merupakan konstituen dari kenyataan bahwa salju putih, tapi salju bukan konstituen dari suatu entitas linguistik, sehingga fakta dan pernyataan yang benar adalah berbagai jenis entitas.
Kerja terbaru di dunia semantik mungkin telah mengidentifikasi fakta-fakta dengan set universal. Fakta bahwa kucing ada di atas tikar yang mungkin ada di dunia ini di mana kucing itu di atas tikar dan sementara Kanselir Jerman Adolf Hitler masuk agama Yahudi. Motif untuk identifikasi ini adalah bahwa, jika seting kemungkinan realitas di dunia yang metafisik sah dan tepat describable, maka begitu juga fakta.
Dari uraian singkat di atas dapat kita katakan bahwa yang dimaksud dengan kebenaran oleh teori korespondensi adalah idea yang ada dalam fikian seseorang kemudian dilahirkan dalam bentuk “pernyataan” (proposisi), yang mana pernyataan itu sesuai dengan realitas atau fakta.
Sedangkan kebenaran menurut Al Quran adalah segala sesuatu yang ada di langit dan di bumi serta apa yang ada di antara keduanya. Bukan berupa idea yang dilahirkan dalam bentuk pernyataan (proposisi) . Walaupun tidak ada pernyataan dari seseorang, namun tetap saja yang namanya salju berwarna putih. Yang sangat krusial adalah mereka lupa bahwa apa yang dijadikan sebagai pernyataan sesungguhnya berasal dari fakta. Sering mereka beranggapan bahwa mereka membuat sebuah proposisi kemudian mencari fakta yang mungkin cocok atau sesuai, itulah sebagai kebenaran.
Sekaitan dengan hal tersebut di atas,kalau boleh kita pakai untuk sementara bahasa pergaulan supaya mudah dipahami“kebenaran itu berada di semesta ini, bukan gambaran atau idea yang ada dalam kepala ”.
Dengan kata lain bahwa kebenaran itu adalah realitas yang ada, dari situlah diambil apa yang di katakan sebagai fakta-fakta. Makanya sangat keliru bila fakta hanya sebagai pembuktian dari sebuah proposisi (tentang kebenaran). Atau dengan kata lain dari realitas itulah manusia bisa mendapatkan gambaran-gambaran sebagai bahan mentah dari proposisi. Adanya realitas itu hakekatnya diwujudkan oleh zat, bentuk dan sifat. Juga pada sisi lain termasuk ruang dan waktu. Pada bentuk terdapat model tampilan, ukuran atau warna. Maka kalau pada penyataan “salju berwarna putih” itu berarti salah satu fakta sebagai indikator dari bentuk salju yakni warna salju, sementara pada bagian lain salju itu ada zatnya dan ada pula sifatnya. Perlu juga di tambahkan “ada”-nya sesuatu boleh jadi telah berlalu waktunya atau akan datang.
Oleh sebab itu yang dikatakan kebenaran itu bukan pendat-pendapat atau pernyataan-pernyaan seseorang. Makanya terhadap kebenaran yang datangnya dari Tuhanmu, yakni apa yang ada di alam raya ini sebagai ciptaanNya, oleh sebab itu janganlah kamu ragu atau tidak percaya.
0 komentar:
Posting Komentar