Follow me :

Senin, 29 Maret 2010

kebebasan beragama


Kebebasan beragama ialah prinsip yang menyokong kebebasan individu atau masyarakat, untuk mengamalkan agama atau kepercayaan dalam ruang peribadi atau umum. Kebebasan beragama termasuk kebebasan untuk menukar agama dan tidak mengikut mana-mana agama. Dalam negara yang mengamalkan kebebasan beragama, agama-agama lain bebas diamalkan dan ia tidak menghukum atau menindas pengikut kepercayaan lain yang lain daripada agama rasmi. Perkara 18 dalam Kovenan Antarabangsa PBB tentang Hak-Hak Sivil dan Politik menyatakan dasar yang menafikan kebebasan seseorang untuk mengamalkan agamanya merupakan satu kezaliman rohaniah. Kebebasan beragama merupakan satu konsep perundangan yang berkaitan, tetapi tidak serupa dengan, toleransi agama, pemisahan di antara agama dan negara, atau negara sekular (laïcité).

Perisytiharan Hak Asasi Manusia Sejagat yang diterima oleh 50 anggota Perhimpunan Agung PBB pada 10 Disember 1948, dengan lapan berkecuali, di Paris, mentakrifkan kebebasan beragama sebagai: "Setiap orang berhak kepada kebebasan berfikir, berkeyakinan dan beragama; hak-hak ini termasuk kebebasan untuk menukar agama atau kepercayaan, dan kebebasan, sama ada sendirian atau dalam masyarakat bersama orang lain dan dalam ruang awam atau peribadi, untuk menzahirkan agama atau kepercayaannya dalam pengajaran, amalan, penyembahan dan pengamalan agama."

ketahanan nasional


Lembaga Pertahanan Nasional berdiri pada tanggal 20 Mei 1965 berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1964, dan berada langsung di bawah Presiden. Pada tahun 1983, lembaga ini berubah nama menjadi Lembaga Ketahanan Nasional, yang berada di bawah Panglima ABRI. Pada tahun 1994 lembaga ini berada langsung di bawah Menteri Pertahanan dan Keamanan. Sejak tahun 2001, Lemhannas merupakan Lembaga Pemerintah Non Departemen yang bertanggung jawab kepada Presiden.

PENGERTIAN :
Ketahanan Nasional adalah suatu kondisi dinamis suatu bangsa yang terdiri atas ketangguhan serta keuletan dan kemampuan untuk mengembangkan kekuatan nasional dalam menghadapi segala macam dan bentuk ancaman, tantangan, hambatan dan gangguan baik yang datang dari dalam maupun luar, secara langsung maupun yang tidak langsung yang mengancam dan membahayakan integritas, identitas, kelangsungan hidup bangsa dan negara serta perjuangan dalam mewujudkan tujuan perjuangan nasional.

Contoh Bentuk-bentuk ancaman menurut doktrin hankamnas (catur dharma eka karma) :

1. Ancaman di dalam negeri
Contohnya adalah pemeberontakan dan subversi yang berasal atau terbentuk dari masyarakat indonesia.

2. Ancama dari luar negeri
Contohnya adalah infiltrasi, subversi dan intervensi dari kekuatan kolonialisme dan imperialisme serta invasi dari darat, udara dan laut oleh musuh dari luar negri.

Lemhannas dipimpin oleh seorang Gubernur Lemhannas. Saat ini Gubernur Lemhannas dijabat oleh Prof. Dr. Muladi S.H. (sejak 6 September 2005.

Berikut adalah daftar Gubernur Lemhannas:

1. Mayjen (TNI) Wiluyo Puspoyudo (1965-1967)
2. Mayjen (TNI) Suadi (1968-1970)
3. Letjen (TNI) A. Kosasih (1970-1974)
4. Letjen (TNI) Sayidiman Suryohadiprojo (1974-1978)
5. Letjen (TNI) Sutopo Yuwono (1978-1983)
6. Letjen (TNI) Soebijakto (1983-1989)
7. Letjen (TNI) Soekarto (1989-1993)
8. Mayjen (TNI) R. Hartono (1993-1994)
9. Letjen (TNI) Moetojib (1994-1996)
10. Letjen (TNI) Sofyan Effendi (1996-1998)
11. Letjen (TNI) Agum Gumelar, M.Sc. (1998-1999)
12. Letjen (TNI) Johny J. Lumintang (1999-2001)
13. Prof. Dr. Ermaya Suradinata, MH (2001-2005)
14. Prof. Dr. Muladi, SH (2005-sekarang)

Geopolitik


Geopolitik berasal dari dua kata, yaitu “geo” dan “politik”. Maka, Membicarakan pengertian geopolitik, tidak terlepas dari pembahasan mengenai masalah geografi dan politik. “Geo” artinya Bumi/Planet Bumi. Menurut Preston E. James, geografi mempersoalkan tata ruang, yaitu sistem dalam hal menempati suatu ruang di permukaan Bumi. Dengan demikian geografi bersangkut-paut dengan interrelasi antara manusia dengan lingkungan tempat hidupnya. Sedangkan politik, selalu berhubungan dengan kekuasaan atau pemerintahan.

Dalam studi Hubungan Internasional, geopolitik merupakan suatu kajian yang melihat masalah / hubungan internasional dari sudut pandang ruang atau geosentrik. Konteks teritorial di mana hubungan itu terjadi bervariasi dalam fungsi wilayah dalam interaksi, lingkup wilayah, dan hirarki aktor: dari nasional, internasional, sampai benua-kawasan, juga provinsi atau lokal.

Dari beberapa pengertian diatas, pengertian geopolitik dapat lebih disederhanakan lagi. Geopolitik adalah suatu studi yang mengkaji masalah-masalah geografi, sejarah dan ilmu sosial, dengan merujuk kepada politik internasional. Geopolitik mengkaji makna strategis dan politis suatu wilayah geografi, yang mencakup lokasi, luas serta sumber daya alam wilayah tersebut. Geopolitik mempunyai 4 unsur yang pembangun, yaitu keadaan geografis, politik dan strategi, hubungan timbal balik antara geografi dan politik, serta unsur kebijaksanaan.

Was-nas dibentuk oleh paham kekuasaan dan geopolitik

* Paham Machiavelli: sgl cara halal, devide et impera, yg kuat bertahan & menang
* Paham Napoleon: perang total dgn kekuatan pol+ek+log+sos+bud+iptek
* Paham Clausewitz: perang adlh kelanjutan politik dgn cara lain dan ini sah-sah saja.
* Paham Feuerbach & Hegel: materialisme dialektis
* Paham Lenin: kelanjutan Clausewitz + kekerasan






Konsepsi Geopolitik

* Geopolitik sec etimologi berasal dari kata geo (bahasa Yunani) yang berarti bumi yang menjadi wilayah hidup. Sedangkan politik dari kata polis yang berarti kesatuan masyarakat yang berdiri sendiri atau negara ; dan teia yang berarti urusan (politik) bermakna kepentingan umum warga negara suatu bangsa (Sunarso, 2006: 195). Sebagai acuan bersama, geopolitik dimaknai sebagai ilmu penyelenggaraan negara yang setiap kebijakannya dikaitkan dengan masalah-masalah geografi wilayah atau tempat tinggal suatu bangsa.
* Frederich Ratzel mengenalkan istilah ilmu bumi politik (political geography), Rudolf Kjellen menyebut geographical politic dan disingkat geopolitik






Unsur utama Geopolitik

* Konsepsi ruang diperkenalkan Karl Haushofer menyimpulkan bhw ruang mrpk wadah dinamika politik & militer, teori ini disebut pula teori kombinasi ruang dan kekuatan
* Konsepsi frontier (batas imajiner dari dua negara)
* Konsepsi politik kekuatan yg terkait dg kepentingan nasional
* Konsepsi keamanan neg & bgs = konsep ketahanan nasional






Teori-teori geopolitik

Teori Geopolitik Jerman

o F. Ratzel (1844-1904) negara mirip organisme
o R. Kjellen (1864-1922) negara adlh organisme
o Karl Haushofer (1896-1946) teori ruang dan kekuatan : “Lebensrum” cukup mengikuti hukum alam; swasembada / autarkhi. Implementasinya adlh berupa pembagian wily ( Pan Regionalisme ) :
+ Pan Amerika (Monroe Doctrine, USA)
+ Pan Asia Timur (Doktrin Hoka I Chiu, Jepang)
+ Pan Rusia India (wily Asia Barat dan Eropa Timur, Rusia)
+ Pan Eropa Afrika (Eropa Barat - tidak termasuk Inggris dan Rusia, Jerman)






Teori Geopolitik Inggris

* Sir Walter Raleight (1554 – 1618) menekankan wawasan maritim, yaitu penguasaan laut yang bertujuan untuk menguasai perdagangan. Dengan tujuan penguasaan kekayaan dunia. Geopolitik demikian pada akhirnya bertujuan akhir terhadap penguasaan dunia, dan untuk itu diperlukan keseriusan dalam pembangunan armada laut.
* Sir Halford Mackinder (1861 – 1947) memp konsepsi geopolitik yang lebih strategik, yaitu dengan penguasaan daerah-daerah ’jantung’ dunia, dikenal dengan teori Daerah Jantung. Untuk menguasai dunia, maka harus menguasai daerah jantung sebab dunia terdiri dari 9/12 air, 2/12 pulau dunia, dan 1/12 pulau. Karenanya membutuhkan kekuatan darat yang besar sebagai prasyaratnya. Adapun daerah jantung dunia yang dimaksudkan Mackinder, yaitu :
o Bulan Sabit Dalam, meliputi daerah-daerah pantai pulau dunia
o Bulan Sabit Luar, meliputi UK, USA, Afsel, Ind, Australia, Oceania.






Teori Geopolitik Amerika

* Alfred Thayer Mahan (1840 – 1914) mengembangkan konsepsi Raleight dgn mempertahankan & memanfaatkan sumber daya laut (kekuatan maritim).
* Guilio Douhet (1869 – 1930), mewakili teori geopolitik Italia dan William Mitchel (1878 – 1939) lebih melihat kekuatan dirgantara dlm memenangkan peperangan.angkatan udara memungkinkan beroperasi sendiri tanpa dibantu oleh angkatan lainnya. Disamping itu angkatan udara dapat menghancurkan musuh di kandangnya musuh itu sendiri atau di garis belakang medan peperangan. Memperhatikan fleksibilitas dan fungsionalitas dari angkatan udara yang sedemikian itu, maka tidak mengherankan bila kemenangan terakhir ada pada angkatan udara.
* Nicholas J. Spijkman (1879 – 1936) terkenal dengan teori Daerah Batas, yaitu membagi dunia dalam empat wilayah atau area :
o Pivot area, mencakup wilayah daerah jantung
o Offshore continent land, mencakup wily pantai benua Eropa-Asia
o Oceanic Belt, mencakup wily pulau di luar Eropa-Asia, Afrika Selatan
o New World, mencakup wilayah Amerika
* Spijkman menyarankan pentingnya penguasaan daerah pantai Eurasia, yaitu Rimland. Menurutnya Pan Amerika merupakan daerah yang ideal karena dibatasi oleh batas alamiah dan USA diperkirakan akan menjadi negara kuat. Dia memandang diperlukan kekuatan kombinasi dari Angkatan-angkatan Perang untuk dapat menguasai wilayah dimaksud.






Penerapan
Teori Geopolitik s/d PD II

* Inggris : Wawasan Ralieght  “the British Rules the Waves”
* Jerman : Wawasan Haushoffer  “Lebensraum” (macht und erde) Ruang & kekuatan
* Jepang : Wawasan Haushoffer  “Fukoku Kyohei” (rich country strong army)
* USA : Wawasan Spijkman  dgn utamakan kekuatan laut
* Perancis : Wawasan Benua  upaya hadapi ancaman Prusia dan Rusia

Sunardi, 2002 : 175

SEKUTU

AXIS





TEORI GEOPOLITIK
Pasca PD II

Pelajaran yang dapat ditarik :

* Kekuatan nyata sesasat belum menjamin kemenangan akhir
* Kekuatan ekonomi & industri tanpa dukungan SDA tidak menentukan kemenangan perang
* Kesedian SDA sangat tergantung pada luas wilayah
* Faktor kesadaran BN sangat berpengaruh  “partisan”
* Perkembangan Iptek pengaruhi bangsa mengembangkan wawasan (geopolitik)
* Untuk memelihara kekuatan mil. harus didukung faktor alamiah : geografi, sda & penduduk (hanya USA & US)
* Terjadi Bi Polar : Blok Barat (Sekutu/Liberal) >< Blok Timur (Sosialis)






GEOPOLITIK INDONESIA
Latar Belakang

* Ciri Khas Indonesia : diapit 2 samudera (India & Pasifik) dan 2 benua (Asia & Australia), dibawah orbit Geostationary Satelite Orbit
* Negara Nusantara (kepulauan)  nusa diantara air
* Benua Maritim Indonesia
* Geopolitik Indonesia = Wawasan Nusantara

Wawasan nusantara




Wawasan Nusantara adalah cara pandang bangsa Indonesia tentang diri dan lingkungan sekitarnya berdasarkan ide nasionalnya yang berlandaskan pancasila dan UUD 1945 (Undang-Undang Dasar 1945) yang merupakan aspirasi bangsa Indonesia yang merdeka, berdaulat, bermartabat serta menjiawai tata hidup dalam mencapai tujuan perjuangan nasional.

Wawasan Nusantara telah diterima dan disahkan sebagai konsepsi politik kewarganegaraan yang termaktub / tercantum dalam dasar-dasar berikut ini :

- Ketetapan MPR Nomor IV/MPR/1973 tanggal 22 maret 1973
Wawasan dalam mencapai tujuan Pambangunan Nasional adalah Wawasan Nusantara yang mencakup :
1. Perwujudan Kepulauan Nusantara sebagai satu Kesatuan Politik, dalam arti :
a. Bahwa Kebulatan Wilayah Nasional dengan segala isi dan kekayaannya merupakan satu Kesatuan Wilayah, wadah, ruang hidup dan kesatuan matra seluruh Bangsa, serta menjadi modal dan milik bersama Bangsa.
b. Bahwa Bangsa Indonesia yang terdiri dari berbagai suku dan berbicara dalam berbagai bahasa daerah, memeluk dan meyakini berbagai Agama dan Kepercayaan terhadap Tuhan yang Maha Esa harus merupakan satu Kesatuan Bangsa yang ulat dalam arti yang seluas-luasnya.
c. Bahwa secara psikologis, bangsa Indonesia harus merasa satu, senasib sepenanggungan, se-Bangsa dan se-Tanah Air, serta mempunyai satu tekad dalam mencapai cita-cita Bangsa.
d. Bahwa pancasila adalah satu-satunya Falsafah serta Ideologi Bangsa dan Negara, yang melandasi, membimbing dan mengarahkan Bangsa menuju tujuannya.
e. Bahwa seluruh Kepulauan Nusantara merupakan satu Kesatuan Hukum dalam arti bahwa hanya ada satu Hukum Nasional yang mengabdi kepada Kepentingan Nasional.
2. Perwujudan Kepulauan Nusantara sebagai satu Kesatuan Sosial dan Budaya, dalam arti :
a. Bahwa masyarakat Indonesia adalah satu, perikehidupan Bangsa harus merupakan kehidupan yang serasi dengan terdapatnya tingkat kemajuan masyarakat yang sama, merata dan seimbang serta adanya keselarasan kehidupan yang sesuai dengan kemajuan bangsa.
b. Bahwa Budaya Indonesia pada hakekatnya adalah satu; sedangkan corak ragam budaya budaya yang ada menggambarkan kekayaan Budaya Bangsa yang menjadi modal dan landasan pengembangan Budaya Bangsa seluruhnya, yang hasil-hasilnya dapat dinikmati oleh Bangsa.
3. Perwujudan Kepulauan Nusantara sebagai satu Kesatuan Ekonomi, dalam arti :
a. Bahwa kekayaan wilayah Nusantara baik potensial maupun efektif adalah modal dan milik bersama Bangsa, dan bahwa keperluan hidup sehari-hari harus tersedia merata di seluruh wilayah Tanah Air.
b. Tingkat perkembangan ekonomi harus serasi dan seimbang di seluruh daerah, tanpa meninggalkan ciri-ciri khas yang memiliki oleh daerah-daerah dalam pengembangan kehidupan ekonominya.
4. Perwujudan Kepulauan Nusantara sebagai satu Kesatuan Pertahanan dan Keamanan, dalam arti :
a. Bahwa ancaman terhadap satu pulau atau satu daerah pada hakekatnya merupakan ancaman terhadap seluruh Bangsa dan Negara.
b. Bahwa tiap-tiap Warga Negara mempunyai hak dan kewajiban yang sama dalam rangka pembelaan Negara dan Bangsa.

- TAP MPR Nomor IV/MPR/1978 tanggal 22 maret 1978 tentang GBHN


- TAP MPR nomor II/MPR/1983 tanggal 12 Maret 1983

Ruang lingkup dan cakupan wawasan nusantara dalam TAP MPR '83 dalam mencapat tujuan pembangunan nasionsal :

- Kesatuan Politik
- Kesatuan Ekonomi
- Kesatuan Sosial Budaya
- Kesatuan Pertahanan Keamanan

Kamis, 04 Maret 2010

Kerusuhan Ambon, Dendam dan Rekayasa

Kerusuhan Ambon periode kedua yang diawali dengan pecahnya kerusuhan di pulau Saparua pada hari Kamis, tanggal 15 Juli 1999 menurut hasil investigasi sementara diakibatkan oleh dendam dan rekayasa pihak-pihak tertentu.

Setelah pecahnya kerusuhan di Desa Siri Sori Islam, Desa Ullath, Siri Sori Amalatu dan juga kota Saparua pada tanggal 15 dan 16 Juli 1999, maka pada hari Sabtu tanggal 24 Juli 1999 mulai terjadi kegiatan lempar-melempar batu antara pihak Muslim dan pihak Kristen di Desa Poka dan daerah sekitarnya Gang Diponegoro Kota Ambon.

Pristiwa saling lempar-melempar batu di sekitar Perumnas Poka tersebut kemudian dilanjutkan dengan pembakaran atas rumah-rumah warga Kristen oleh warga Muslim di kompleks Perumnas Poka yang kemudian dibalas dengan pembakaran rumah-rumah termasuk rumah-rumah Dosen Muslim di Desa Poka dan Kompleks Universitas Pattimura oleh warga Kristen.

Bersamaan dengan itu warga Kristen sekitar Kudamati melakukan aksi pembalasan pembakaran dan pembantaian terhadap warga Muslim suku Buton di daerah Wara (Kramat Jaya) yang berada di sekitar Kompleks TVRI Gunung Nona dan perkampungan warga Muslim Banda Eli di OSM Ambon yang mengakibatkan beberapa buah rumah terbakar dan puluhan korban meninggal dunia.

Dari peristiwa ini kerusuhan mulai melebar ke mana-mana hampir di seantero Kotamadya Ambon dan daerah-daerah pinggirannya.

Dari hasil investigasi, ternyata mulai hari Selasa, tanggal 27 Juli 1999 kerusuhan pecah antara lain di Desa Rumahtiga (tetangga Desa Poka), dimana hampir sebagian besar rumah-rumah penduduk warga Muslim dibakar dan dimusnahkan oleh penduduk yang beragama Kristen. Demikian juga di Kompleks Pemda II dan Perumahan Pemda I terjadi pembakaran, pengrusakan dan penjarahan besar-besaran terhadap rumah-rumah warga Kristen oleh warga Muslim.

Sedangklan di kota Ambon pusat pertokoan di jalan A.Y. Patty mulai dari toko Dunia Musik bersebelahan dengan Mesjid Al-Fatah hingga lorong toko kaca mata Optical Maluku hingga Bank Lippo dibakar dan dirusak oleh masa Muslim, demikian juga beberapa rumah penduduk di Mardika. Sementara itu pusat pertokoan di sekitar pantai pasar ikan lama (belakang Ambon Plaza) dibakar habis oleh masa Kristen.

Kerusuhan akhirnya berlanjut di wilayah-wilayah lain seperti di Galala dan Hative Kecil, Lata, Lateri dan Passo hingga Desa Waai, bahkan di dalam kota Ambon masa Muslim yang datang dari Waihaong sempat menyerang dan membakar Kantor Wilayah Departemen Kehakiman Maluku, Kompleks Dok Wayame dan kapal yang ada di dalam kompleks tersebut serta rumah-rumah penduduk yang ada di sekitarnya.

Dalam kerusuhan ini seperti ada yang memberi komando, terjadi akumulasi masa secara besar-besaran seperti yang terjadi di Desa Poka, Rumahtiga dan Kota Jawa. Masa Islam dari Jasirah Leihitu sempat menyebrang gunung dan ikut bergabung dengan masa Islam di Poka, Taeno (Rumahtiga) dan Kota Jawa untuk menyerang warga Kristen. Demikian juga masa dari kota Ambon yang sempat bergabung dengan masa Desa Poka dan Desa Rumahtiga yang beragama Kristen untuk menghadapi masa Muslim.

Sayangnya aparat keamanan tidak bersikap jujur dan adil. Di Desa Poka misalnya aparat keamanan mencoba menahan warga Kristen yang ingin mempertahankan diri, sementara mereka membiarkan masa Muslim merusak, membakar dan menjarah rumah-rumah penduduk. Demikian juga di Tanah Lapang Kecil dari lantai atas Gedung Telkom aparat keamanan menembak masa Kristen di sekitar pasa kaget Batu Gantung (depan Sekretariat GMKI), malah memimpin permbakaran rumah, gedung pemerintah dan kompleks Dok Wayame di Tanah Lapang Kecil.

Dalam peristiwa kerusuhan kali ini ratusan bom dan senjata rakitan, juga alat tajam lainnya telah dipergunakan untuk membumihanguskan rumah-rumah penduduk dan membunuh serta melukai ratusan penduduk.


Saat ini keadaan mulai tenang setelah pada hari Kami, tanggal 29 Juli 1999 tiba di Ambon Kesatuan Marinir dari Surabaya untuk mengamankan Kota Ambon.

Investigasi sementara dilakukan untuk mengetahui jumlah rumah rumah-rumah/gedung pemerintah yang rusak/terbakar, korban meninggal/luka-luka, sementara itu jumlah pengungsi yang mencapai puluhan ribu kini ditampung pada gedung-gedung ibadah (Mesjid dan Gereja) serta kompleks-kompleks militer.

Demokrasi Pemilu Indonesia Terancam?

Jakarta, Indonesia Damai – Sebagian pengamat pemilu mengabarkan kepada kita, demokrasi dalam Pemilu Indonesia sudah tidak akan terkalahkan lagi. Sementara, pada saat yang bersamaan ada sekelompok orang yang menginginkan digantinya demokrasi dengan bentuk pemerintahan Indonesia yang bersumber pada nilai-nilai keTuhanan/ Teokrasi. Apakah ini merupakan indikasi bahwa Demokrasi di Indonesia terancam? Atau adanya semacam keinginan untuk mempertemukan konsep negara Tuhan dengan konsep manusiawi, sedangkan manusia diciptakan oleh Tuhan? Sikap apriori dalam menjawab fenomena kekinian seperti terlihat di atas hanya akan membawa kita pada polarisasi di mana muncul sikap subyektivisme kelompok. Mari kita telaah segi-segi dominan dalam dua bentuk pemerintahan di atas. Jika mau jujur, tentu saja Negara Tuhan seperti yang dicita-citakan oleh Augustinus lah yang paling ideal kita terapkan, hanya segalanya memang kembali kepada kita, manusia, warga negara, dan pemerintah Indonesia. Konsep semulia apa pun, aturan sehebat apa pun, jika manusia-manusia yang menjadi penghuni sebuah negara terdiri dari kelompok-kelompok yang belum tercerahkan, tetap akan gagal dan menemui kebuntuan. Begitu pun demokrasi di Indonesia. Demokrasi yang konon menurut Aristoteles merupakan bentuk penyimpangan dari bentuk pemerintahan politea adalah bentuk buruk karena demokrasi atau kekuasaan berada di tangan rakyat, rakyat yang dimaksud adalah kelompok mayoritas yang tidak memiliki akses apa pun atau miskin. Jika pada bentuk politea kekuasaan akan diarahkan untuk kepentingan bersama, maka pada bentuk demokrasi ini kekuasaan akan diarahkan untuk kepentingan kelompok besar saja. Tentu saja, jika kita membaca mentalitas kita dengan hukum x = bukan x, rakyat= bukan rakyat, atau rakyat = wakil rakyat, maka hanya minoritas lah yang akan mencicipi kue demokrasi ini. Mari kita pandang demokrasi dengan sikap aposteriori. Saat ini demokrasi merupakan bentuk negara ideal, tidak terkalahkan, bahkan mantan presiden Amerika Serikat, Goerge Walker Bush menyebut “demokrasi sudah mencapai titik final, mereka tidak akan mengalahkan demokrasi di Indonesia.” Faktanya? Hampir semua negara menganut bentuk pemerintahan ini. Namun, pada sisi lain, dalam clash of civilization, Samuel Huntington menyebut bahwa demokrasi pada akhirnya akan menemukan sebuah batu sandungan. Hal itu akan tetap terjadi meskipun para pengusung demokrasi mempetahankan agar demokrasi tidak terkalahkan. Mari kita analiasis, apa penyebab demokrasi di Indonesia tetap akan tergantikan?

1. Sehebat apa pun bentuk pemerintahan Indonesia, karena yang memegang kendali pemerintahan adalah manusia tetap akan mengalami siklus kekuasaan, perputaran bentuk pemerintahan di Indonesia ini adalah sebuah keniscayaan, hal yang tidak terbantahkan, mau tidak mau memang harus dilalui.

2. Manusia akan senantiasa mencari konsep-konsep ideal bentuk pemerintahan Indonesia, segalanya akan berujung pada digantinya satu bentuk negara oleh bentuk yang lainnya.

3. Yang membawa kemunduran demokrasi adalah karena cacatnya warga negara, kurang tegasnya penguasa, dan mandulnya peraturan yang dibuat Maka, melihat tiga alasan di atas, benarkah demokrasi pemilu indonesia terancam? Ya, jika warga negara dan pemimpin Indonesia tersebut ada dalam kondisi seperti pada point ke-tiga. Tapi jika tidak? Biarkanlah waktu akan menjawab kapan bentuk pemerintahan demokrasi Indonesia ini akan diganti dan diuji, tentu oleh bentuk pemerintahan monarki. Harapannya adalah semoga saja kampanye damai pemilu indonesia 2009 tidak terancam! Salam kampanye damai!

sumber : kampanyepemilu2009indonesiadamai.wordpress.com

Talangsari Tidak Bisa Disidik

Jakarta, Kompas - Peristiwa Talangsari, Lampung, terancam bernasib sama dengan kasus pelanggaran hak asasi manusia berat lainnya. Meskipun belum menerima berkas hasil penyelidikan dari Komisi Nasional Hak Asasi Manusia untuk peristiwa Talangsari, kejaksaan menyatakan tidak bisa menyidik perkara itu.

Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Marwan Effendy mengatakan akan mempelajari berkas penyelidikan dari Komnas HAM. ”Namun, kami terkendala belum adanya Pengadilan HAM Ad Hoc,” katanya, terkait hasil penyelidikan kasus Talangsari, di Kejaksaan Agung, Rabu (10/9).

Komnas HAM menetapkan peristiwa Talangsari tahun 1989 sebagai kasus pelanggaran HAM berat. Dari hasil penyelidikan, sejumlah unsur pelanggaran HAM berat dipenuhi, seperti adanya pembunuhan, pengusiran paksa, perampasan kemerdekaan, penyiksaan, dan penganiayaan yang dilakukan sistematis dan meluas.

Hasil penyelidikan menyebutkan, korban pembunuhan 130 orang dan yang diusir mencapai 77 orang. Korban yang dirampas kemerdekaannya 53 orang, 45 orang disiksa, dan 229 orang dianiaya (Kompas, 10/9).

Menurut Marwan, Pengadilan HAM Ad Hoc dibutuhkan sebelum proses penyidikan, di antaranya untuk mengeluarkan izin bagi kejaksaan bila akan menggeledah, menyita, dan menahan seseorang. Selain itu, hasil penyelidikan Komnas HAM harus lengkap dan jelas.

Apakah tak ada cara bagi kejaksaan untuk menyidik kasus pelanggaran HAM berat tanpa menunggu terbentuknya Pengadilan HAM Ad Hoc? ”Kalau kami, tak ada masalah. Kalau ada Pengadilan HAM Ad Hoc, penyidikan jalan,” ujar Marwan.

Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Bonaventura Daulat Nainggolan menjelaskan, untuk peristiwa yang terjadi sebelum Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM berlaku, pelanggaran HAM berat diadili oleh Pengadilan HAM Ad Hoc. Pengadilan HAM Ad Hoc itu dibentuk Presiden atas usul DPR.

Pada 31 Maret 2008, Kejagung mengembalikan empat berkas hasil penyelidikan pelanggaran HAM ke Komnas HAM. Keempat berkas itu adalah perkara Wamena-Wasior, penembakan mahasiswa Universitas Trisakti dan kasus Semanggi 1 dan Semanggi 2, serta kasus kerusuhan Mei 1998 dan penghilangan orang secara paksa. Keempat berkas penyelidikan itu dikembalikan, antara lain, karena menunggu Pengadilan HAM Ad Hoc terbentuk.

Terobosan dari pemerintah

Secara terpisah, mantan anggota Komnas HAM, Asmara Nababan, membenarkan sikap tegas (zakelijk) yang dilakukan oleh komisioner Komnas HAM dalam menangani pelanggaran HAM berat Talangsari. Komnas HAM hanya menggelar penyelidikan. Penyidikan dan penuntutan di Kejagung.

Semua itu sesuai dengan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM. Dengan begitu, jelas Asmara, jika diharapkan terjadi suatu terobosan (breaktrough), hal itu hanya bisa diharapkan datang dari pemerintah.

”Boleh saja, misalnya, Komnas HAM membawa kasus Talangsari ke dunia internasional. Namun, langkah seperti itu sekadar upaya extra-legal dan sebatas advokasi. Apalagi pengadilan internasional kan juga tidak bisa mengadili kasus Talangsari,” ujar Asmara.

Menurut Asmara, dalam enam tahun belakangan banyak kasus pelanggaran HAM berat selalu terbentur di Kejagung dan tidak jelas penuntasannya. Padahal, sebelumnya kasus Tanjung Priok dan Timor Timur bisa berlanjut sampai tahap persidangan di Pengadilan HAM Ad Hoc.

Kondisi itu, menurut Asmara, terjadi lantaran pemerintahan Abdurrahman Wahid kala itu punya itikad baik dan kemauan politik untuk menuntaskan kasus pelanggaran HAM itu. Kondisi itu tak terjadi pada masa pemerintahan Megawati Soekarnoputri dan Susilo Bambang Yudhoyono.

Asmara juga mempertanyakan pernyataan Menteri Pertahanan Juwono Sudarsono, bahwa yang dilakukan pemerintah di Talangsari saat itu bertujuan menumpas kelompok tertentu yang melakukan makar terhadap pemerintahan yang sah. ”Pernyataan tersebut sangat naif dan menyesatkan. Jika makar, tangkap saja pelakunya dan bawa ke pengadilan,” ujarnya.

Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Usman Hamid menilai komentar Juwono dapat memperlemah semangat korban pelanggaran HAM untuk menuntut keadilan. (idr/dwa/joss)

sumber:www.komnasham.go.id